Ternyata Dari 4.500, Baru 25 Perguruan Tinggi Yang Mandiri Dalam Riset
Ternyata Dari 4.500, Baru 25 Perguruan Tinggi Yang Mandiri Dalam Riset. Sebanyak 5.200 paten ditargetkan Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi dari dosen dan peneliti. Hal ini dalam upaya
meningkatkan peringkat Indonesia di tingkat dunia. Di samping
mendongkrak revenue hasil riset peneliti dan dosen.
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati mengungkapkan, jumlah peneliti dan dosen di Indonesia 1.071 per 1 juta penduduk. Jumlah ini dinilai tidak cukup lantaran kebutuhan masyarakat akan hasil riset terus meningkat.
Sementara banyak peneliti hanya membuat riset untuk kepentingan diri sendiri, bukan hilirisasi. Padahal tujuan riset bukan sekadar publikasi tapi harus sampai ke masyarakat.
“Dari 4500 perguruan tinggi, baru 25 perguruan tinggi yang mandiri dalam riset dan 150 (PT) yang memerhatikan riset untuk hilirisasi. Sementara dana penelitian yang digelontorkan Rp 24,9 triliun untuk riset tiap kementerian/lembaga,” ungkap Dimyati saat menjadi pemateri di acara Bakohumas Kemenristekdikti.
Dimyati menyebutkan, ada empat kriteria yang harus dimiliki perguruan tinggi untuk bisa mandiri.
Pertama, ketersediaan SDM penelitian di dalamnya ada jumlah peneliti, dan lainnya. Kedua, manajemen penelitian, dimulai mendapatkan penelitian sampai mengerjakan ada breakdown-nya.
Ketiga, keluaran penelitian dari publikasi nasional dan internasional termasuk diadakan workshop, seminar nasional, dan sebagainya. Keempat, revenue, ini hasil dari riset yang bisa diuangkan. “Kebanyakan nilai revenue itu prendah dan ini jadi problemnya sekarang. Sementara di luaran penelitian semakin meingkat,” ucap Dimyati.
Itu sebabnya pemerintah me-reform regulasi untuk mendorong peneliti meningkatkan revenue melalui daftar paten. Dengan paten, peneliti dan institusi mendapatkan untung sehingga lebih bersemangat meneliti.
Dimyati mencontohkan wakil rektor Universitas Gadjah Mada yang dari patennya bisa mengantongi royalti ratusan juta rupiah tiap tahun. “Untuk menjadi world class university, dosen/peneliti tidak hanya wajib mempublikasikan hasil risetnya tapi juga dibaca (publikasi risetnya) sebanyak-banyaknya oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri,” jelas Dimyati.
Dimyati mengaku bersyukur jumlah hak paten sudah meningkat jauh. Sebelumnya hanya 2700 paten, sekarang 4300.
Karenanya pemerintah terus mendorong dengan memberikan kemudahan-kemudahan bagi dosen/peneliti mendapatkan hak paten. “Kami targetkan ada 5200 paten yang diperoleh. Sedangkan publikasi 25 ribu. Bila nilai paten Rp 2 miliar, dosen/peneliti bisa mendapatkan royalti Rp 450 juta,” tandas Dimyati.
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati mengungkapkan, jumlah peneliti dan dosen di Indonesia 1.071 per 1 juta penduduk. Jumlah ini dinilai tidak cukup lantaran kebutuhan masyarakat akan hasil riset terus meningkat.
Sementara banyak peneliti hanya membuat riset untuk kepentingan diri sendiri, bukan hilirisasi. Padahal tujuan riset bukan sekadar publikasi tapi harus sampai ke masyarakat.
“Dari 4500 perguruan tinggi, baru 25 perguruan tinggi yang mandiri dalam riset dan 150 (PT) yang memerhatikan riset untuk hilirisasi. Sementara dana penelitian yang digelontorkan Rp 24,9 triliun untuk riset tiap kementerian/lembaga,” ungkap Dimyati saat menjadi pemateri di acara Bakohumas Kemenristekdikti.
Dimyati menyebutkan, ada empat kriteria yang harus dimiliki perguruan tinggi untuk bisa mandiri.
Pertama, ketersediaan SDM penelitian di dalamnya ada jumlah peneliti, dan lainnya. Kedua, manajemen penelitian, dimulai mendapatkan penelitian sampai mengerjakan ada breakdown-nya.
Ketiga, keluaran penelitian dari publikasi nasional dan internasional termasuk diadakan workshop, seminar nasional, dan sebagainya. Keempat, revenue, ini hasil dari riset yang bisa diuangkan. “Kebanyakan nilai revenue itu prendah dan ini jadi problemnya sekarang. Sementara di luaran penelitian semakin meingkat,” ucap Dimyati.
Itu sebabnya pemerintah me-reform regulasi untuk mendorong peneliti meningkatkan revenue melalui daftar paten. Dengan paten, peneliti dan institusi mendapatkan untung sehingga lebih bersemangat meneliti.
Dimyati mencontohkan wakil rektor Universitas Gadjah Mada yang dari patennya bisa mengantongi royalti ratusan juta rupiah tiap tahun. “Untuk menjadi world class university, dosen/peneliti tidak hanya wajib mempublikasikan hasil risetnya tapi juga dibaca (publikasi risetnya) sebanyak-banyaknya oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri,” jelas Dimyati.
Dimyati mengaku bersyukur jumlah hak paten sudah meningkat jauh. Sebelumnya hanya 2700 paten, sekarang 4300.
Karenanya pemerintah terus mendorong dengan memberikan kemudahan-kemudahan bagi dosen/peneliti mendapatkan hak paten. “Kami targetkan ada 5200 paten yang diperoleh. Sedangkan publikasi 25 ribu. Bila nilai paten Rp 2 miliar, dosen/peneliti bisa mendapatkan royalti Rp 450 juta,” tandas Dimyati.
Comments
Post a Comment