Tampilkan Seni Budaya Yogyakarta, Pawai Mesemeleh FKY 30 Digelar Di Malioboro
Tampilkan Seni Budaya Yogyakarta, Pawai Mesemeleh FKY 30 Digelar Di Malioboro. Pada Selasa (7/8/2018), FKY 30 kembali menggelar pawai dengan nama
Pawai Mesemeleh yang mengambil rute Lapangan Parkir Abu bakar Ali –
Jalan Malioboro – Nol Kilometer.
Agak berbeda dengan pawai pembukaan FKY yang digelar 23 Juli 2018 lalu, Pawai Mesemeleh ini bertema seni budaya Yogyakarta. Oleh karenanya seluruh peserta pawai ini adalah kelompok seni dan budaya yang berasal dari seluruh kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kemeriahan pawai sudah terasa jauh sebelum pawai ini dibuka, karena para peserta sudah mulai berbaris, menata diri dengan apik, dan bermain musik. Belum lagi kostum-kostum mereka yang beragam dan mencolok perhatian, merepresentasikan budaya, seni, tradisi dan cerita-cerita rakyat yang ada dan berkembang di DIY.
Wajar jika beberapa wisatawan asing mendokumentasikan setiap momen dan ekspresi dari peserta bahkan sebelum pawai dimulai.
Pawai yang dimulai sekitar jam 15.00 WIB ini ditandai dengan pengibaran bendera start oleh Kepala Seksi Seni Kontemporer Dinas Kebudayaan DIY – Dra Sri Eka Kusumaning Ayu, bersama dengan Ketua Umum FKY 30, Roby Setiawan SSn.
Ada sekitar 700 orang yang menjadi peserta pawai dan terbagi dalam 10 kontingen ini. Diawali kontingen pertama yaitu Sanggar Olah Seni P Q One dan Rintisan Kelurahan Budaya sekota Yogyakarta yang berjumlah 100 orang. Mengusung tema Wayang Happy, barisan remaja menari dengan kostum wayang yang sudah disesuaikan, tidak lepas dengan dolanan anak.
Pada urutan kedua Kabupaten Gunung Kidul menampilkan Jathilan Sikil Dhuwur & RnB Fashion Carnival dari Gunungkidul sejumlah 50 orang.
Pemain jathilan menggunakan kaki sambungan dari kayu dengan panjang beragam antara 50 cm hingga 2 meter. Mereka juga membawa jaran kepang dan pecut. Sedangkan RnB Fashion Carnival menampilkan kostum fantasi yang memunculkan sisi cantik dan memberikan sentuhan tersendiri dalam pawai.
Kontingan- kontingen dari Kabupaten Sleman menyusul pada giliran berikutnya yaitu Bregada Sastro Wilogo, Sanggar Tari Kembang Sakura, Lintang Sanga, Sanggar tari Arya Satya, Ambaratmadja, yang masing-masing berjumlah 50 orang.
Kemudian Kabupaten Bantul tampil dengan dua kontingen yaitu Bregada Singosaren sebanyak 100 orang dan Bregada Reog juga dengan 100 orang anggota kontingen.
Sedangkan kontingen dari Kabupaten Kulon Progo yaitu Jureng Kulon Progo sejumlah 100 orang peserta menjadi penutup rangkaian pawai budaya yang berakhir sekitar jam 17:30 WIB ini.
Setiap kontingen menghadirkan karakter masing-masing yang memberi warna dan gambaran bahwa DIY memiliki keragaman budaya, dan seni yang bersifat dinamis.
Keberagaman budaya dan seni yang berangkat dari budaya tradisi yang dimunculkan dengan berbagai penyesuaian, seperti sisi artistik, busana dan sebagainya.
Usai Pawai Mesemeleh, kegiatan dilanjutkan di GOR Pancasila UGM, dengan menggelar Panggung Semeleh selama dua hari, 7 – 8 Agustus 2018, jam 19:00 – 23:00 WIB.
Di hari pertama, Panggung Semeleh menggelar Kontemporer Tari yang menampilkan Mila Art Dance berkolaborasi dengan Chakil Squad Art Community, Jogja Body Movement berkolaborasi dengan Smaratari, Sanggar Seni Kinanthi Sekar berkolaborasi dengan Nasa Dance, dan Studio Delapan yang berkolaborasi dengan Celeng Art.
Sedangkan untuk tanggal 8 Agustus 2018 Panggung Semeleh menggelar Kontemporer Musik yang menampilkan Mengayun Kayu, Guntur Nur Puspito, Menara & Ingatan, ditutup oleh Dubyouth berkolaborasi dengan Angguk Sri Panglaras.
Itulah Pawai Mesemeleh yang bertema seni budaya Yogyakarta. Bagaimana? meriah bukan? Sebab mari kita bersama melestarikan budaya Nusantara, khususnya budaya Yogyakarta.
Agak berbeda dengan pawai pembukaan FKY yang digelar 23 Juli 2018 lalu, Pawai Mesemeleh ini bertema seni budaya Yogyakarta. Oleh karenanya seluruh peserta pawai ini adalah kelompok seni dan budaya yang berasal dari seluruh kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kemeriahan pawai sudah terasa jauh sebelum pawai ini dibuka, karena para peserta sudah mulai berbaris, menata diri dengan apik, dan bermain musik. Belum lagi kostum-kostum mereka yang beragam dan mencolok perhatian, merepresentasikan budaya, seni, tradisi dan cerita-cerita rakyat yang ada dan berkembang di DIY.
Wajar jika beberapa wisatawan asing mendokumentasikan setiap momen dan ekspresi dari peserta bahkan sebelum pawai dimulai.
Pawai yang dimulai sekitar jam 15.00 WIB ini ditandai dengan pengibaran bendera start oleh Kepala Seksi Seni Kontemporer Dinas Kebudayaan DIY – Dra Sri Eka Kusumaning Ayu, bersama dengan Ketua Umum FKY 30, Roby Setiawan SSn.
Ada sekitar 700 orang yang menjadi peserta pawai dan terbagi dalam 10 kontingen ini. Diawali kontingen pertama yaitu Sanggar Olah Seni P Q One dan Rintisan Kelurahan Budaya sekota Yogyakarta yang berjumlah 100 orang. Mengusung tema Wayang Happy, barisan remaja menari dengan kostum wayang yang sudah disesuaikan, tidak lepas dengan dolanan anak.
Pada urutan kedua Kabupaten Gunung Kidul menampilkan Jathilan Sikil Dhuwur & RnB Fashion Carnival dari Gunungkidul sejumlah 50 orang.
Pemain jathilan menggunakan kaki sambungan dari kayu dengan panjang beragam antara 50 cm hingga 2 meter. Mereka juga membawa jaran kepang dan pecut. Sedangkan RnB Fashion Carnival menampilkan kostum fantasi yang memunculkan sisi cantik dan memberikan sentuhan tersendiri dalam pawai.
Kontingan- kontingen dari Kabupaten Sleman menyusul pada giliran berikutnya yaitu Bregada Sastro Wilogo, Sanggar Tari Kembang Sakura, Lintang Sanga, Sanggar tari Arya Satya, Ambaratmadja, yang masing-masing berjumlah 50 orang.
Kemudian Kabupaten Bantul tampil dengan dua kontingen yaitu Bregada Singosaren sebanyak 100 orang dan Bregada Reog juga dengan 100 orang anggota kontingen.
Sedangkan kontingen dari Kabupaten Kulon Progo yaitu Jureng Kulon Progo sejumlah 100 orang peserta menjadi penutup rangkaian pawai budaya yang berakhir sekitar jam 17:30 WIB ini.
Setiap kontingen menghadirkan karakter masing-masing yang memberi warna dan gambaran bahwa DIY memiliki keragaman budaya, dan seni yang bersifat dinamis.
Keberagaman budaya dan seni yang berangkat dari budaya tradisi yang dimunculkan dengan berbagai penyesuaian, seperti sisi artistik, busana dan sebagainya.
“Pawai ini sangat bagus, kreatif, dan menginspirasi karena banyak materi kebudayaan di sekitar yang bisa dieksprolasi menjadi materi pawai.Sementara Roby Setiawan menambahkan, pawai ini merupakan representasi kelompok seni kreatif dari kabupaten-kabupaten dan kota di DIY. Sengaja dilaksanakan di tengah-tengah penyelenggaraan FKY 30 untuk menunjukkan potensi kreatif yang ada di DIY.
Seperti yang kita tahu, berbagai festival yang ada di seluruh dunia dan nasional punya ciri khasnya masing-masing.
Jadi, kedepan FKY bisa lebih mempunyai berbagai macam jenis kesenian yang ditampilkan supaya FKY menjadi lebih banyak variasinya.
Selain itu, alangkah baiknya jika masing-masing kabupaten dan kota juga lebih menggali berbagai bentuk seni, kuliner, desa wisata, desa budaya dan semua potensi yang ada,
ungkap Dra Sri Eka Kusumaning Ayu.
Usai Pawai Mesemeleh, kegiatan dilanjutkan di GOR Pancasila UGM, dengan menggelar Panggung Semeleh selama dua hari, 7 – 8 Agustus 2018, jam 19:00 – 23:00 WIB.
Di hari pertama, Panggung Semeleh menggelar Kontemporer Tari yang menampilkan Mila Art Dance berkolaborasi dengan Chakil Squad Art Community, Jogja Body Movement berkolaborasi dengan Smaratari, Sanggar Seni Kinanthi Sekar berkolaborasi dengan Nasa Dance, dan Studio Delapan yang berkolaborasi dengan Celeng Art.
Sedangkan untuk tanggal 8 Agustus 2018 Panggung Semeleh menggelar Kontemporer Musik yang menampilkan Mengayun Kayu, Guntur Nur Puspito, Menara & Ingatan, ditutup oleh Dubyouth berkolaborasi dengan Angguk Sri Panglaras.
Itulah Pawai Mesemeleh yang bertema seni budaya Yogyakarta. Bagaimana? meriah bukan? Sebab mari kita bersama melestarikan budaya Nusantara, khususnya budaya Yogyakarta.
Comments
Post a Comment