Ahmad Doli: Sejak Awal Reformasi, Pancasila Jauh Dari Kehidupan Masyarakat
Ahmad Doli: Sejak Awal Reformasi, Pancasila Jauh Dari Kehidupan Masyarakat. Korbid Pemenangan Pemilu Sumatera DPP Partai Golkar, Ahmad Doli
Kurnia menempuh Sidang Terbuka Promosi Doktor di Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung
pada Jumat 10 Agustus 2018 pagi. Dalam Sidang Terbuka itu, Doli
mempertahankan disertasi yang berjudul “Reinterpretasi Nilai-Nilai
Kekinian: Kebangkitan Pancasila Pasca Reformasi (Studi Model Pelembagaan
Ideologi).
Dalam disertasinya Doli memaparkan bahwa sejak awal reformasi, Pancasila dinilai jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bukan saja tidak lagi menjadi nilai-nilai yang menjadi pegangan di tengah masyarakat, namun sebagian masyarakat pun tidak lagi memahami atau bahkan tidak hafal kelima sila itu.
“Pancasila menjadi kehilangan makna. Pada level negara pun juga terjadi kekosongan kebijakan mengenai Pancasila. Sejak dimulainya era reformasi pada 1998, baru tahun 2011 negara memulai kembali menghidupkan wacana akan pentingnya Pancasila, termasuk konsensus bangsa lainnya,” ujarnya melalui rilis yang diterima, Sabtu (11/8/2018).
Tetapi, Doli menilai kekosongan yang selama itu telah memberikan dampak yang sangat berbahaya bagi masa depan NKRI. Kohesivitas kebangsaan sesama anak bangsa melemah, potensi konflik sosial meluas, politisasi identitas menguat, dan kesenjangan ekonomi melebar.
“Situasi itu semakin diperparah dengan adanya gerakan ekspansi dari ideologi-ideologi lain,” kata Doli.
Fenomena itulah yang berdasarkan teori Dimensi Ideologinya Mostafa Rejai dalam bukunya “A Political Ideologies: Comparative Approach” disebut terjadinya kemunduran (decline) Ideologi Pancasila. Rejai juga mengemukakan bahwa sesungguhnya sebuah ideologi tidak akan pernah mati. Yang terjadi adalah kemunduran, dan pada saatnya akan mengalami kebangkitan kembali (resurgence).
Doli mengatakan, dalam konteks membangkitkan kembali Pancasila yang harus dilakukan adalah melakukan pelembagaan ideologi Pancasila pada bidang politik, pendidikan, ekonomi, melibatkan generasi milenial, dan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Itu yang disebut adanya metodologi baru dalam mengatusutamakan Pancasila di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Maka Doli memandang, untuk melakukan tugas-tugas pelembagaan itu perlu dibentuk lembaga negara baru yang termaktub dan keberadaannya dijamin konstitusi negara, disebut DEWAN PANCASILA.
“Sebuah lembaga negara, bukan unit presiden, badan, atau lembaga yang dibawah atau sub ordinat sebuah pemerintahan atau rezim. UKP-PIP yang sekarang menjadi BPIP belum punya kewenangan yang cukup dan tugas, pokok, serta fungsi yang lengkap,” jelas Doli.
Adapun selama menjalani S3, Doli dibimbing oleh 3 orang promotor: Prof Dr Arry Bainus, MA; Prof Dr Rusadi Kantaprawira; dan Muradi SS, MSi, MSc, PhD. Sidang Terbuka itu sendiri dipimpin langsung oleh Dekan FISIP Unpad, Dr R Widya Setiabudi Sumadinata.
Kemudian tim Penguji: Prof Dr Aidulfitri Chiada Azhari SH, Mhum dan Dr Budhi Gunawan MA, PhD serta representasi Guru Besar, Prof Dr Sam’un Jaja Raharja, MSi. Hadir pula dalam Sidang Terbuka itu sejumlah tokoh nasional seperti Dr Akbar Tanjung, Ferry Mursyidan Baldan, sejumlah Anggota DPR RI, beberapa kepala daerah, termasuk Musa Rajekshah, Wakil Gubernur Sumatera Utara terpilih bersama Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara, Wagirin Arman.
Dalam disertasinya Doli memaparkan bahwa sejak awal reformasi, Pancasila dinilai jauh dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bukan saja tidak lagi menjadi nilai-nilai yang menjadi pegangan di tengah masyarakat, namun sebagian masyarakat pun tidak lagi memahami atau bahkan tidak hafal kelima sila itu.
“Pancasila menjadi kehilangan makna. Pada level negara pun juga terjadi kekosongan kebijakan mengenai Pancasila. Sejak dimulainya era reformasi pada 1998, baru tahun 2011 negara memulai kembali menghidupkan wacana akan pentingnya Pancasila, termasuk konsensus bangsa lainnya,” ujarnya melalui rilis yang diterima, Sabtu (11/8/2018).
Tetapi, Doli menilai kekosongan yang selama itu telah memberikan dampak yang sangat berbahaya bagi masa depan NKRI. Kohesivitas kebangsaan sesama anak bangsa melemah, potensi konflik sosial meluas, politisasi identitas menguat, dan kesenjangan ekonomi melebar.
“Situasi itu semakin diperparah dengan adanya gerakan ekspansi dari ideologi-ideologi lain,” kata Doli.
Fenomena itulah yang berdasarkan teori Dimensi Ideologinya Mostafa Rejai dalam bukunya “A Political Ideologies: Comparative Approach” disebut terjadinya kemunduran (decline) Ideologi Pancasila. Rejai juga mengemukakan bahwa sesungguhnya sebuah ideologi tidak akan pernah mati. Yang terjadi adalah kemunduran, dan pada saatnya akan mengalami kebangkitan kembali (resurgence).
Doli mengatakan, dalam konteks membangkitkan kembali Pancasila yang harus dilakukan adalah melakukan pelembagaan ideologi Pancasila pada bidang politik, pendidikan, ekonomi, melibatkan generasi milenial, dan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Itu yang disebut adanya metodologi baru dalam mengatusutamakan Pancasila di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Maka Doli memandang, untuk melakukan tugas-tugas pelembagaan itu perlu dibentuk lembaga negara baru yang termaktub dan keberadaannya dijamin konstitusi negara, disebut DEWAN PANCASILA.
“Sebuah lembaga negara, bukan unit presiden, badan, atau lembaga yang dibawah atau sub ordinat sebuah pemerintahan atau rezim. UKP-PIP yang sekarang menjadi BPIP belum punya kewenangan yang cukup dan tugas, pokok, serta fungsi yang lengkap,” jelas Doli.
Adapun selama menjalani S3, Doli dibimbing oleh 3 orang promotor: Prof Dr Arry Bainus, MA; Prof Dr Rusadi Kantaprawira; dan Muradi SS, MSi, MSc, PhD. Sidang Terbuka itu sendiri dipimpin langsung oleh Dekan FISIP Unpad, Dr R Widya Setiabudi Sumadinata.
Kemudian tim Penguji: Prof Dr Aidulfitri Chiada Azhari SH, Mhum dan Dr Budhi Gunawan MA, PhD serta representasi Guru Besar, Prof Dr Sam’un Jaja Raharja, MSi. Hadir pula dalam Sidang Terbuka itu sejumlah tokoh nasional seperti Dr Akbar Tanjung, Ferry Mursyidan Baldan, sejumlah Anggota DPR RI, beberapa kepala daerah, termasuk Musa Rajekshah, Wakil Gubernur Sumatera Utara terpilih bersama Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara, Wagirin Arman.
Comments
Post a Comment